Lomba Menulis Cerita Remaja (LMCR-2013)

Lebih Berbobot, Lebih Bergengsi, Lebih Banyak Pemenangnya

http://www.rohto.co.id/images/events/51-44-9-13-2-113-3-71-0-Poster%20LMCR%20Final%202013%20convert-02.jpg

 Total Hadiah Rp 92 Juta

Persyaratan Lomba

  1. Lomba terbuka bagi pelajar (Kategori A: Pelajar SLTP; Kategori B: Pelajar SLTA), mahasiswa, penulis/pengarang dan umum (Kategori C), warga  Indonesia  di Tanah Air maupun yang bermukim  di Luar Negeri.
  2. Lomba dibuka 1 April 2013 dan ditutup 25 September  2013 (Stempel Pos/Jasa Kurir).
  3. Naskah ditulis dalam Bahasa Indonesia yang benar,  indah (literer) dan  komunikatif.
  4. Naskah yang dilombakan karya asli (bukan jiplakan, terjemahan atau saduran), belum pernah dipublikasi dalam bentuk apa pun dan tidak sedang disertakan lomba serupa.
  5. Tema Cerita: "Dunia remaja dan segala aspek rona kehidupannya (cinta, harapan, kepedihan, perjuangan, kekecewaan, perjuangan hidup dan pencerahan)".
  6. Panjang naskah  5 – 10 halaman A4,  1,5 spasi  Times New Roman 12 Font,  2 (dua) rangkap, dilampiri foto copy identitas KTP/Kartu Pelajar/Paspor/SIM/Kartu Keluarga (Pilih salah satu) dan foto pose bebas serta file naskah cerpen yang dilombakan dalam CD/DVD.
  7. Setiap peserta boleh mengirimkan lebih dari 1 (satu) judul. Perjudul dilampiri struk/bon asli pembelian produk PT  Rohto Laboratories Indonesia (jenis produk apa saja, bebas memilih) – klik www.rohto.co.id.
  8. Naskah  dikirim ke Sekretariat LMCR: Jalan Gunung Pancar No.25 Bukit Golf Hijau Sentul City Bogor 16810, dalam amplop tertutup dilampiri persyaratan Butir 6 dan 7, tulis keterangan Kategori-nya A, B atau C di bagian kanan atas amplop.
  9. Naskah yang dilombakan menjadi milik penyelenggara, hakcipta pada pengarang.
  10. Pemenang diumumkan 26 Oktober 2013.
  11. Daftar Pemenang dan Hadiah sebagai berikut:
  • Kategori A: Pemenang 1:  Rohto-Mentholatum Golden Award + Uang Tunai Rp 4.000.000,-; Pemenang 2: Piagam Rohto-Mentholatum + Uang Tunai Rp 3.000.000; Pemenang 3: Piagam Rohto-Mentholatum + Uang Tunai Rp 2.000.000,- ; 10 Pemenang Harapan, masing-masing memperoleh: Piagam Rohto-Mentholatum + Uang Tunai Rp 500.000,- dan Pemenang 25 Karya Favorit – Piagam Rohto-Mentholatum.
  • Kategori B: Pemenang  1:  Rohto-Mentholatum Golden Award + Uang Tunai Rp 5.000.000,-; Pemenang 2: Piagam Rohto-Mentholatum + Uang Tunai Rp 4.000.000,-; Pemenang 3: Piagam Rohto-Mentholatum + Uang Tunai Rp 3.000.000 dan 8 Pemenang Harapan, masing-masing memperoleh Piagam Rohto Mentholatum + Uang Tunai Rp 500.000,- dan Pemenang 60 Karya Favori: Piagam Rohto-Mentholatum.
  • Kategori C: Pemenang  1:  Rohto-Mentholatum Golden Award + Uang Tunai 7.000.000,- ; Pemenang 2:  Piagam Mentholatum + Uang Tunai Rp 6.000.000,-; Pemenang 3: Piagam Rohto-Mentholatum + Uang Tunai 4000.000,-; 8 Pemenang Harapan masing-masing memperoleh: Piagam Rohto-Mentholatum + Uang Rp 750.000,- dan 150 Pemenang Karya Favorit:  Piagam Rohto-Mentholatum.
  • Penghargaan Khusus: Pemenang Cerpen Berbahasa  Terliris Kategori B mendapat Piagam Rohto-Mentholatum + Uang Tunai Rp 1.000.000,- dan Pemenang Cerpen Berbahasa Terliris Kategori C mendapat Piagam Rohto-Mentholatum + uang Tunai Rp 1.500.000,-.
  • Seluruh Pemenang mendapat hadiah Antologi Cerpen  LMCR-2013.
  • Pajak hadiah ditanggung PT Rohto Laboratories Indonesia.
  • Nama Para pemenang dapat diakses di: www.rohto.co.id, www.rayakultura.net dan Facebook: www.facebook.com/#!/groups/4598847( Grup Diskusi: Puisi, Cerpen dan Novel.
20 Cerita Pendek Terbaik Diterbitkan sebagai Antologi  LMCR
http://www.rohto.co.id/images/events/57-44-9-13-2-113-3-71-0-Poster%20LMCR%20Final%202013%20convert-03.jpg 
Source: http://www.rohto.co.id/

Cara Menyampaikan Pendapat Dalam Diskusi

Diskusi berarti bertukar pikiran. Diskusi merupakan suatu bentuk tukar pikiran yang teratur dan terarah, baik dalam kelompok kecil maupun besar. Diskusi bertujuan untuk mendapatkan suatu pengertian, kesepakatan, dan keputusan bersama mengenai suatu masalah. Salah satu ciri yang paling menonjol dalam diskusi adalah adanya forum tanya jawab. 
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menyampaikan tanggapan dalam kegiatan diskusi, antara lain:
  1. Tanggapan harus langsung menuju ke pokok persoalannya secara langsung
  2. Tidak bersifat personal
  3. Pernyataan/tanggapan yang diberikan harus disertai dengan bukti-bukti atau alasan yang mendukung
  4. Disertai dengan adanya pemberian solusi yang tepat untuk memecahkan permasalahan yang didiskusikan
  5. Disampaikan dengan cara yang bijaksana, dan menggunakan bahasa yang santun

Ada beberapa macam bentuk diskusi, diantaranya sebagai berikut: 
1. Diskusi panel
Diskusi panel melibatkan beberapa pembicara (panelis) yang mempunyai keahlian dalam bidang masing-masing dan bersepakat mengutarakan pendapat dan pandangannya mengenai suatu masalah untuk kepentingan pendengar. 
2. Simposium
Simposium hampir sama dengan diskusi panel, hanya lebih bersifat formal. Pembicara harus menyampaikan makalah mengenai suatu masalah yang disoroti dari sudut keahlian masing-masing. 
3. Seminar
Seminar merupakan pertemuan yang membahas suatu masalah dengan tujuan untuk mendapatkan pemecahan masalah tersebut. Oleh karena itu, dalam seminar harus dlakhiri dengan kesimpulan atau keputusan-keputusan, baik berbentuk usul, saran, solusi, maupun rekomendasi. 
Persiapan sebuah diskusi sangat bergantung pada bentuk diskusi yang dipilih. Ada beberapa tahap yang harus diperhatikan pada saat akan mengadakan diskusi, yakni sebagai berikut.
  1. Menentukan topik yang menarik untuk dibahas dalam diskusi.
  2. Merumuskan tujuan yang hendak dicapai sesuai dengan topik yang dipilih.
  3. Menentukan pemimpin diskusi atau moderator. Moderator dalam diskusi bertugas:
  • menjelaskan tujuan dan maksud diskusi;
  • mengatur jalannya diskusi agar berlangsung tertib dan teratur;
  • menyimpulkan dan merumuskan setiap pembicaraan diskusi;
  • menutup diskusi dan menyiapkan laporan.
Menentukan panelis, pembicara, atau narasumber. Pembicara diskusi mempunyai tugas:
  1. menyiapkan dan menguraikan bahan atau materi yang akan didiskusikan;
  2. menyampaikan materi yang telah disiapkan;
  3. menjawab tanggapan-tanggapan para peserta diskusi atau audiens.
  • Menentukan sekretaris diskusi atau notulis. Notulis bertugas mencatat hal-hal penting selama jalannya diskusi.
  • Dalam diskusi biasanya muncul pendapat atau tanggapan berupa dukungan atau sanggahan terhadap pendapat peserta diskusi. Pernyataan dukungan atau sanggahan tersebut tetap harus disampaikan dengan bahasa yang baik dan santun.
Contoh pernyataan dalam diskusi.

M. Ramzy
:
" Setelah mendengar pendapat teman-teman, saya lebih cenderung menyatakan tema drama ini adalah masalah keadilan dan kebenaran”. Secara lengkap dapat diuraikan  bahwa dalam sebuah negara harus ada pemimpin yang jujur, adil, serta berani menentang kejahatan. "
Nanda
:
"Saya sependapat dengan Saudari Alifia. Namun, saya ingin menambahkan bahwa tema yang ditampilkan ternyata mencakup juga masalah sosial."
Moderator
:
"Terima kasih Saudari Alifia dan Saudara Joko. Saya kira kita sudah sependapat menentukan tema drama S andy a Kala N ing Maj ap ahit karya Sanusi Pane ini."

Catatan hasil diskusi dituliskan dalam bentuk notulen. Notulen merupakan catatan singkat mengenai jalannya diskusi, hal-hal yang diputuskan dalam diskusi tersebut, serta pembicaraan penting lainnya. Hasil catatan tersebur dapat dijadikan rujukan pelaksanaan kegiatan yang telah disepakati. Oleh karena itu, selama berjalannya diskusi, notulis harus mampu mencatat hal-hal penting dan hasil-hasil yang dicapai.

Pembuatan Notulen Rapat yang Baik dan Benar

Notulen adalah sebuatatan tentang perjalanan suatu kegiatan baik rapat, seminar, diskusi, atau sidang yang dimulai dari awal sampai akhir acara yang ditulis oleh seorang Notulis, yang akan dilaporkan oleh Ketua kegiatan, dan akan dipertanggung jawabkan suatu saat pada seluruh anggota atau peserta acara. Notulen adalah naskah dinas yang membuat catatan jalannya acara (kegiatan) mulai dari pembukaan, pembahasan masalah, sampai dengan pengambilan keputusan, serta penutupan.
Notulen sekurang-kurangnya berisi:
  1. Tujuan kegiatan
  2. Pikiran-pikiran yang akan dibahas dalam kegiatan 
  3. Saran dan keputusan dalam kegiatan
  4. Waktu pelaksanaan
  5. Pihak-pihak yang hadir dalam kegiatan.
Susunan kepala notulen dilakukan agar para notulis dapat dengan mudah mengerti bagaimana cara penulisan notulen dengan baik dan benar. Selain itu, juga agatr notulen dapat tersusun dengan rapi dan sistematis.

a. Kepala Notulen
Kepala Notulen merupakan bagian-bagian yang pertamakali harus diingat dalam penulisan tanpa tertinggal. Adapun kepala notulen terdiri atas :
  1. Nama atau tema yang akan dibahas
  2. Hari dan tanggal acara dilaksanakan
  3. Waktu (Jam) pelaksanaan acara
  4. Tempat pelaksanaan acara
  5. Acara saat berlangsung
  6. Unsur-unsur yang terlibat dalam rapat, yaitu Ketua dan Wakil Ketua, Sekretaris, Notulis, Peserta
 
b. Isi Notulen
Isi Notulen merupakan suatu bagian dari susunan notulen yang isinya berupa hal-hal yang dianggap penting dalam kegiatan tersebut, tanpa ada yang tertinggal.Maksud dari pembuatan isi notulen adalah agar dapat membedakan dari susunan matematis dalam notulen tersebut.
Adapun susunan sistimatika dalam penulisan notulen adalah :
  1. Kata pembukaan 
  2. Pembahasan
  3. Pembacaan Keputusan dari Hasil
  4. Waktu (Jam) penutupan

c. Bagian Akhir Notulen
Bagian Akhir dari notulen merupakan penulisan atau penjelasan tentang hal-hal yang berada pada akhir penulisan notulen. Namun, walaupun letaknya diakhir, pengertian dan kedudukannya sangat penting dalam penulisan notulen.
Susunan sistematika dari bagian akhir notulen adalah :
  1. Nama Jabatan
  2. Tanda tangan
  3. Nama pejabat, pangkat, dan NIP

d. Penandatanganan
Penandatanganan merupakan kumpulan tanda tangan orang-orang yang dianggap penting terhadap pertanggung jawaban acara yang dilaksanakan.
Berikut adalah penjelasan tentang penandatanganan :
  1. Notulen yang ditanda tangani oleh pejabat dilingkungan sekretariat daerah dibuat dalam kertas ukuran folio dengan menggunakan kop naskah dinas sekretariat.
  2. Notulen yang ditanda tangani oleh pejabat dilingkungan satuan organisasi dibuat dalam kertas ukuran folio, dengan menggunakan kop naskah dinas satuan organisasi yang bersangkutan.
  3. Notulen ditanda tangani oleh Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, dan Notula.
Catatan hasil diskusi dituliskan dalam bentuk notulen. Notulen merupakan catatan singkat mengenai jalannya diskusi, hal-hal yang diputuskan dalam diskusi tersebut, serta pembicaraan penting lainnya. Hasil catatan tersebur dapat dijadikan rujukan pelaksanaan kegiatan yang telah disepakati. Oleh karena itu, selama berjalannya diskusi, notulis harus mampu mencatat hal-hal penting dan hasil-hasil yang dicapai.

Berikut disajikan contoh :

Notulen hasil diskusi atau seminar.
Tanggal
:

Waktu
:
19.00 s.d 23.00 WIB
Tempat
:
Ruang Rapat SMA Negeri 1 Tarakan
Tema
:
"Remaja dan Pergaulan Bebas"
Tujuan
:
Mencermati perkembangan pergaulan remaja yang cenderung mengarah pada pergaulan bebas serta menentukan langkahlangkah pembinaan.
Pembicara
:
M. Ramzy, Nanda, Rachmat Dwi Alfian
Ketua/ Moderator
:
Disella
Notulis
:
Tri Ayu
Jumlah Peserta
:
60 Orang
Susunan acara :
  1. Pembukaan
  2. Penyajian materi
  3. Tanya jawab
  4. Penutup
Pokok permasalahan yang dibicarakan:
  1. Perkembangan remaja dalam konteks masa kini
  2. Tinjauan sisi positif dan negatif pergaulan remaja saat ini
  3. Meminimalisasikan pergaulan negatif remaja untuk menghindari pergaulan bebas yang bertentangan dengan agama dan nilai-nilai moral masyarakat
  4. Menumbuhkan motivasi remaja mengembangkan potensi dirinya
Kesimpulan:
Semakin maraknya pengaruh budaya Barat berakibat pada kehidupan pergaulan remaja saat ini. Oleh karena itu, kita harus mampu menyaring pengaruh-pengaruh negatif budaya tersebut agar tidak terjerumus pada kesesatan yang akan merugikan diri kita di dunia dan akhirat.
Diskusi merupakan pembahasan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih untuk memecahkan suatu permasalahan atau untuk mencapai kesepakatan. Dalam diskusi, ide diperdebatkan sehingga tampak kekurangan dan kelebihan dari ide tersebut. Permasalahan yang diangkat dalam diskusi akan dikaji sedemikian rupa sehingga dapat ditarik kesimpulan yang dapat dipahami oleh seluruh peserta diskusi.
Perdebatan/pengkajian masalah dalam diskusi biasanya diwarnai dengan pro dan kontra, setuju dan tidak setuju, serta sanggahan dan penolakan pendapat. Hal-hal tersebut wajar dalam sebuah diskusi asalkan disampaikan dengan penuh tanggung jawab disertai bukti/alasan yang kuat. Selain itu, seseorang yang menyampaikan pendapatnya dalam diskusi harus
menyampaikannya secara santun, misalnya :
  1. Maaf, saya kurang setuju dengan pendapat Saudara. Menurut saya, pendidikan tidak hanya menjadi tanggung jawab salah satu pihak.
  2. Maaf, Saudara Amin, usul Anda sebenarnya menarik, tetapi perlu diingat bahwa kita tidak mempunyai dana yang cukup.
  3. Maaf, saya tetap tidak setuju dengan pendapat Saudara, tetapi bukan berarti bahwa saya tidak akan bertanggung jawab terhadap kesepakatan yang diputuskan dalam forum ini.

Jenis-jenis Sudut Pandang dalam Karya Sastra

 
Apa yang anda lihat dan rasakan ketika menonton sepak bola? Sebagai penonton, perasaan anda jelas berbeda dengan apa yang dilihat dan dirasa oleh si pemain yang timnya menang atau malah si pemain yang timnya kalah. Akibat dari kejadian itupun akan berbeda bagi anda, si pemain yang menang, dan si pemain yang kalah. Oleh sebab itu sudut pandang adalah krusial dalam mempengaruhi penyajian cerita dan alurnya. Sudut pandang (point of view) sendiri memiliki pengertian sebagai cara penulis menempatkan dirinya di dalam cerita. Secara mudah, sudut pandang adalah teknik yang dipilih penulis untuk menyampaikan ceritanya. Berikut ini macam–macamnya:

1.    Sudut Pandang Orang Pertama Tunggal.
Penulis sebagai pelaku sekaligus narator yang menggunakan kata ganti “aku’.
A.    “Aku” sebagai tokoh utama.
Penulis adalah “aku ”sebagai tokoh utama cerita dan mengisahkan dirinya sendiri, tindakan, dan kejadian disekitarnya. Pembaca akan menerima cerita sesuai dengan yang dilihat, didengar, dialami, dan dirasakan “aku” sebagai narator sekaligus pusat cerita.
Contoh:
Seorang lelaki tua memanggilku sepuluh menit lalu di ruang pribadinya di lantai paling atas pada gedung megah biru dunker, inti kampusku. Dia duduk pongah di kursi busa berukir khas jepara dibalik meja. Senyumnya mahal, semahal kursi itu. Kucoba duduk santai dihadapnya, sambil melirik buku yang tadi dibantingnya. Gagasan, itu tulisan di sudut kanan atas sampul depan. Mendesah sebelum kualirkan mata ke tanda pengenal meja disebelah buku itu, tulisan cerlang bereja Rektor pongah menatapku. Kulengoskan kepala keluar jendela, sementara mulutnya terus mengumpat. Soal buku itu, tentu juga soal aku. (Rektor Itu Ayahmu, Sayang? – Ardyan Amroellah)
Catatan:
  • Tokoh “aku” tak mungkin mengungkapkan perasaan atau pikiran tokoh lain kecuali dengan perkiraan.
  • Penulis harus memahami tokoh “aku” sesuai karakternya. Misalnya soal bahasa,  perlu dilihat apakah “aku” adalah orang tua atau anak muda. Itu akan mempengaruhi gaya bahasa yang diucapkan.
  • Mengenali dengan baik karakter “aku” adalah keharusan..
B.     “Aku” sebagai tokoh bukan utama.
Penulis adalah “aku ” dalam cerita tapi bukan tokoh utama. Keberadaan “aku” hanya sebagai saksi/kawan tokoh utama. “Aku” adalah narator yang menceritakan kisah yang dialami tokoh lain yang menjadi tokoh utama.
Contoh:
Aku sudah mengetahui wajahnya sejak lama, sejak sekitar dua tahun lalu. Seminggu sekali dia datang ke salon itu, selalu. Aku kerap tertawa saat ingat kali pertama aku melihatnya. Lusuh, kusam, dekil, sama sekali tak berwarna. Tapi aku tahu, dia bak mutiara jatuh dalam kotoran dan ketakberuntungan. Tinggal membasuhnya saja sebelum moncernya kembali. Dan rupanya dia tahu bagaimana cara memelihara diri. Terbukti, tak ada tanda kekusaman yang muncul. Aih, aku jadi iri. (Mimpimu Apa? – Ardyan Amroellah)
Catatan:
  • Teknik ini hampir mirip dengan Sudut Pandang Orang Ketiga. Hanya saja narator ikut terlibat sebagai tokoh.
  • “Aku” hanya mengomentari apa yang dilihat dan didengar saja. “Aku” bisa mengungkap apa yang dirasakan atau dipikirkan tokoh utama, tapi hanya berupa dugaan dan kemungkinan berdasar apa yang “aku” amati dari tokoh utama.
2.    Sudut Pandang Orang Pertama Jamak
Ini mirip dengan Sudut Pandang Orang Pertama Tunggal, hanya saja menggunakan kata ganti “kami”. Narator menjadi seseorang dalam cerita yang bicara mewakili beberapa orang atau sekelompok orang.
Contoh:
Siang itu kami berkerumun di teras masjid, membahas isu hangat yang merebak di pondok. Secara beruntun, barang-barang kami hilang. Mi instan, uang, buku, hingga celana dalam. Hal terakhir itu sangat keterlaluan. Ajaibnya, kami berempat sama. Celana dalam kami habis. Percayalah, hanya sarung yang kami pakai saat ini. (Ronaldo Dari Brazil – Anin Mashud)

3.    Sudut Pandang Orang Kedua
Penulis adalah narator yang sedang berbicara kepada kata ganti “kamu” dan menggambarkan apa yang dilakukan “kamu” atau “kau” atau “anda”.
Contoh:
Ini hari pertamamu masuk kerja. Harus sempurna! Maka jadi sejak tiga sejam lalu, kau sibuk bolak-balik di depan cermin. Mengecek baju, rambut, sampai riasan di wajahmu. Lalu setelah kau memulaskan lipgloss sebagai sentuhan final yang kau rasa akan memesona teman-teman barumu di kantor nanti, kau mengambil parfum. Menyemprotkannya di belakang telinga, pergelangan tangan, selangkangan, dan ke udara. Sedetik berikutnya, kau melewati udara beraroma lili dan lavender itu, berharap supaya wanginya menempel di rambut dan blazer barumu. (Novel The Girls’ Guide to Hunting and Fishing – Melissa Bank)
Catatan;
  • Pembaca diperlakukan sebagai pelaku utama sehingga membuatnya menjadi merasa dekat dengan cerita karena seolah menjadi tokoh utama
  • Penulis harus konsisten tak menyebut “aku” untuk berbicara dengan tokoh utama.
4.    Sudut Pandang Orang Ketiga Tunggal.
Penulis ada di luar cerita tak terlibat dalam cerita. Penulis juga menampilkan para tokoh dengan menyebut namanya atau kata ganti “dia”.
A.    Sudut Pandang Orang Ketiga Mahatahu.
Penulis seperti Tuhan dalam karyanya, yang mengetahui segala hal tentang semua tokoh, peristiwa, tindakan, termasuk motif. Penulis juga bebas berpindah dari satu tokoh ke tokoh lain. Bahkan bebas mengungkapkan apa yang ada dipikiran serta perasaan para tokohnya.
Contoh:
“Ibrahim?!”
“Ya, Ibrahim. Seperti itulah tugasnya setelah dipanggil pulang…”
Jawaban itu tak memuaskan, Ranju masih dliputi ketakpercayaan saat si guide bertudung memintanya melanjutkan jalan. Secepat Ranju berkedip, secepat itu Ranju menjumpai pantai di matanya. Dan itu membuat Ranju mulai percaya ini tak dunia? Tidak, hatinya masih penuh logika. Meski Ranju ingat, dia tadi berjalan diatas air, dia tadi menghirup susu di parit kecil pinggir jalan, dia tadi menatap wanita–wanita elok yang menyapa genit. Ranju bermain–main di pikiran sampai–sampai si guide bertudun menyentak lengannya. Ranju terpaku diluar pagar sebuah rumah kecil serupa rumah keluarga Amerika kelas menengah. (Lelaki Di Tengah Lapangan – Ardyan Amroellah)

B.    Sudut Pandang Orang Ketiga Terbatas.
Penulis melukiskan segala apa yang dialami tokoh hanya terbatas pada satu orang atau dalam jumlah yang sangat terbatas. Penulis tak leluasa berpindah dari satu tokoh ke tokoh lainnya. Melainkan terikat hanya pada satu atau dua tokoh saja.
Contoh:
Selalu ada cita di dalam benaknya, untuk mabuk dan menyeret kaki di tengah malam, menyusuri Jalan Braga menuju penginapan. Dia akan menikmati bagaimana lampu-lampu jalan berpendar seperti kunang yang bimbang; garis-garis bangunan pertokoan yang berderet tak putus acap kali menghilang dari pandangan; dan trotoar pun terasa bergelombang seperti sisa ombak yang menepi ke pantai. (Lagu Malam Braga – Kurnia  Effendi)

C.    Sudut Pandang Orang Ketiga Objektif
Narator melukiskan semua tindakan tokoh dalam cerita namun tak  mengungkapkan apa yang dipikirkan serta dirasakan oleh tokoh cerita. Penulis hanya boleh menduga apa yang dipikirkan, atau dirasakan oleh tokoh ceritanya.
Contoh:
Si lelaki tua bangkit dari kursinya, perlahan mengeluarkan pundi kulit dari kantung, membayar minuman dan meninggalkan persenan setengah peseta. Si pelayan mengikutinya dengan mata ketika si lelaki tua keluar. Seorang lelaki yang sangat tua yang berjalan terhuyung tetapi tetap dengan penuh harga diri.
“Kenapa tak kau biarkan saja dia minum sampai puas?” tanya si pelayan lain. Mereka berdua menurunkan semua tirai. “Belum jam setengah dua.” lanjutnya.
“Aku ingin cepat pulang dan tidur.” (Tempat yang Bersih Terang – Ernst  Hemingway)

5.    Sudut Pandang Orang Ketiga Jamak
Penulis menuturkan cerita berdasarkan persepsi atau kacamata kolektif. Penulis akan menyebut para tokohnya dengan menggunakan kata ganti orang ketiga jamak; “mereka”.
Contoh:
Pada suatu hari, ketika mereka berjalan-jalan dengan Don Vigiliani dan  beberapa anak lelaki dari kelompok pemuda. Dalam perjalanan pulang, mereka melihat ibu mereka di sebuah kafe di pinggir kota. Dia sedang duduk di dalam kafe itu; mereka melihatnya melalui sebuah jendela dan seorang pria duduk bersamanya. Ibu mereka meletakkan syal tartarnya di atas meja. (Ibu – Natalia Ginzburg)

6.    Sudut Pandang Campuran
Penulis menempatkan dirinya bergantian dari satu tokoh ke tokoh lainnya dengan sudut pandang yang berbeda-beda. “aku”, “kamu”, “kami”, “mereka”, dan atau “dia”.
Catatan:
  • Biasanya teknik ini dipakai dalam cerita yang membutuhkan halaman banyak.
  • Perlu ketelitian dalam setiap fragmen saat penulis mengubah sudut pandang.
SUDUT PANDANG ORANG KEDUA: PENJELASAN KHUSUS

Dibandingkan unsur–unsur pembentuk cerita lainnya, penulis–penulis Indonesia cenderung lambat dalam mengeksperimen dan membarui penggunaan sudut pandang dalam penerapannya pada karya. Selama ini secara umum kita hanya mengenal dua macam sudut pandang, yaitu Sudut Pandang Orang Pertama dan Sudut Pandang Orang Ketiga. Sama sekali tak ada teori dan penggunaan Sudut Pandang Orang Kedua. Mengapa seperti itu? Jawaban semua penulis rata–rata sama. Sulit.
Sebagai gambaran singkat. Misalnya seseorang yang bernama Andi, bercerita kepada temannya, Budi. Ada dua kemungkinan: Andi menceritakan dirinya dengan berkata, “Pagi ini aku berangkat pagi.” Dalam hal ini, Andi menggunakan sudut pandang orang pertama (aku). Kemungkinan kedua, Andi menceritakan orang lain. Misalnya dengan, “Tadi siang dia makan siang.” Di sini, Andi menggunakan sudut pandang orang ketiga (dia).

MUNGKINKAH ANDI BERCERITA KEPADA BUDI TENTANG BUDI?
Dalam keadaan normal, kejadian semacam ini mustahil terjadi sebab apa yang dialami Budi tentunya Budi sendiri yang lebih tahu. Hal itu seperti mengharapkan dalang bercerita soal Arjuna kepada Arjuna yang menontonnya. Jelas Arjuna lebih tahu kisah dirinya sendiri dibanding dalang. Itu jika normal. Jika tak normal apakah bisa? Dan bagaimana praktiknya jika bisa?
Kembali ke pengandaian diatas. Jawabannya adalah bisa saja ketika Arjuna kehilangan informasi tentang dirinya atau kejadian yang dialaminya, karena mungkin dia pingsan atau tidur, lalu Arjuna minta keterangan dalang sehingga dalang akan menginformasikan, “Waktu tidur tadi kau berjalan keluar kamar, tapi matamu meram.” Kondisi terakhir ini dapat melahirkan sudut pandang orang kedua (kau, kamu) asalkan dalang konsisten tak menyebut dirinya sebagai “aku”.
Dalam bentuk cerita, pembaca hanya akan melihat Arjuna yang disapa dengan kata ganti ”kau”, sedangkan dalang tak terlihat dan dianggap oleh pembaca sebagai penulis cerita. Jika dalang tergoda untuk memasukkan dirinya ke dalam peristiwa, misalnya dengan menambahkan, “Lalu aku menepuk pundakmu,” maka sudut pandang berubah menjadi orang pertama. Tetapi sudut pandang akan tetap orang kedua jika dalang menceritakan dirinya tidak dengan kata ganti orang pertama, misalnya dengan mengatakan, “Lalu seseorang menepuk pundakmu.”
Dari pengertian ringkas di atas, dapat dimengerti jika sudut pandang orang kedua jarang sekali dipraktikkan oleh para penulis. Tapi bukan berarti tak ada. Coba baca Dadaisme karya Dewi Sartika, Cala Ibi karya Nukila Amal, dan Kabar Buruk dari Langit buatan Muhiddin M. Dahlan. Meski sudut pandang orang kedua pada ketiga novel ini tidak utuh atau tidak sepenuhnya dipakai dalam keseluruhan novel.

Menentukan Perbedaan Tema atau Sudut Pandang dalam Penggalan Novel



 

 Kutipan I   Kutipan II
 Ada berpuluh-puluh motor malam ini, berbagai jenis, berkumpul di Kuburan Cina.   Mereka   masih   berkelompok, merencanakan taktik yang tepat untuk memenangkan balapan motor mi. Rutenya Serang-Anyer, sejauh 45 km. Malam mi tampaknya aspal jalanan akan panas bergesekan dengan roda-roda gila. Membara oleh deru mesin dan teriakan anak muda.”Roy!”  teriak   Dulah. “Malam ini riwayatmu habis!” katanya ketus dan sombong. Guru-guru sedang beristirahat di kantor, menunggu lonceng masuk kembali. Seorang muridku terengah-engah datang, langsung berseru: “Bu Suci! Waskito kambuh, Bu! Dia mengamuk! Dia mau membakar. Dengan sekali gerak, guru-guru lelaki dan aku berlarian menuju kelasku. Aku ketinggalan, dengan tersengal karena kehilangan nafas aku sempat bertanya kepada murid si pembawa berita.”Mengapa begitu? Apa yang menyebabkan dia marah? Kalian bertengkar?”

Perbedaan sudut pandang kedua kutipan novel tersebut adalah .....

        Kutipan I                                                    Kutipan II
 A  orang pertama pelaku utama  orang ketiga pengamat
 B  orang ketiga pengamat  orang pertama pelaku sampingan
 C  orang ketiga serba tahu  orang pertama pelaku utama
 D  orang pertama pelaku sampingan  orang ketiga serba tahu

PEMBAHASAN
Konsep dasar
Sudut pandang terbagi menjadi sudut pandang orang pertama dan sudut pandang orang ketiga.
  1. Sudut pandang orang ketiga pengamat (pencerita berada di luar cerita yang menampilkan tokoh dengan sebutan nama kata ganti ia, dia, mereka, Aisah, Fahri, dll).
  2. Sudut pandang orang ketiga serba tahu (pencerita dapat menceritakan hal-hal yang menyangkut tokoh "dia").
  3. Sudut pandang orang pertama pelaku utama (tokoh aku menjadi fokus/tokoh utama dalam cerita, biasanya ditandai kata aku, saya).
  4. Sudut pandang orang tambahan (tokoh "aku" hanya tampil sebagai saksi).
Cara cepat
  1. Pada kutipan I sudut pandang yang digunakan adalah orang ketiga sebagai pengamat. (ditampilkan nama tokoh Roy, Dulah).
  2. Pada kutipan II sudut pandang yang digunakan adalah orang pertama pelaku sampaikan (tokoh "aku" hanya tampil sebagai saksi).
Jawaban : B

Daftar Pustaka

 
Dalam pembuatan makalah, paper atau buku kita perlu mencantumkan referensi-referensi atau sumber-sumber dari tulisan kita, itulah yang disebut dengan daftar pustaka. Daftar pustaka merupakan daftar sejumlah buku acuan atau referensi yang menjadi bahan utama dalam suatu tulisan, baik tulisan ilmiah maupun non ilmiah. Selain buku, majalah, surat kabar, catatan harian, dan hasil pemikiran ilmuan juga dapat dijadikan sebagai referensi dalam menulis.
Walija mengatakan bahwa daftar pustaka atau bibliografi adalah daftar buku atau sumber acuan lain yang mendasari atau menjadi bahan pertimbangan dalam penyusunan karangan. Unsur-unsur pada daftar pustaka hampir sama dengan catatan kaki. Perbedaannya hanya pada daftar pustaka tiada nomor halaman sedangkan pada catatan kaki ada nomor halaman. Daftar pustaka berada di paling belakang dari tulisan kita.
Unsur-unsur pokok daftar pustaka adalah sebagai berikut:
A. Buku sebagai Bahan Referensi
  1. Nama pengarang, diurutkan berdasarkan huruf abjad (alfabetis). Jika nama pengarang lebih dari dua penggal nama terakhir didahulukan atau dibalik.
  2. Tahun terbit buku, didahulukan tahun yang lebih awal jika buku dikarang oleh penulis yang sama.
  3. Judul buku, dimiringkan tulisannya atau digaris bawahi.
  4. Data publikasi, penerbit, dan tempat terbit.
  5. DAFTAR PUSTAKA ditulis dengan huruf kapital semua dan menempati posisi paling atas pada halaman yang terpisah.
B.  Rujukan dari Internet Berupa Artikel dari Jurnal
Nama penulis di tulis seperti rujukan dari bahan cetak, diikuti oleh tahun, judul karya (dicetak miring) dengan diberikan keterangan dalam kurung (Online), volume dan nomor, dan diakhiri dengan alamat sumber rujukan tersebut disertai dengan keterangan kapan diakses, diantara tanda kurung.
Contoh:
  • Kumaidi. 1998. Pengukuran Bekal Awal Belajar dan Pengembangan Tesnya. Jurnal Ilmu Pendidikan, (Online), jilid 5, No 4, (http://www.malang.ac.id, diakses 20 Januari 2000).
C. Rujukan dari Internet Berupa E-mail Pribadi
Nama pengirim (jika ada) disertai keterangan dalam kurung (alamat e-mail pengirim), diikuti oleh tanggal, bulan, tahun, topik isi bahan (dicetak miring), nama yang dikirimi disertai keterangan dalam kurung (alamat e-mail yang dikirim).
Misalnya :
  • Davis, A. (a.davis @uwts.edu.au). 10 Juni 1996. Learning to Use Web Authoring Tolls. Email kepada Alison Hunter (huntera @usq.edu.au).
  • Mulya, Hamdani. (mulyahamdani @yahoo.com). 15 Oktober 2009. Teknik Menulis Karya Ilmiah. Email kepada Redaktur Majalah Santunan Jadid (redaksisantunan @gmail.com).
D. Cara penulisan Daftar Pustaka
Berisi Daftar Pustaka yang dipakai dalam pembahasan Skripsi. Daftar pustaka harus disusun menurut abjad nama keluarga pengarang.
      Halaman ini berisi daftar pustaka yang digunakan dan dirujuk didalam tulisan isi Skripsi. Walaupun digunakan tetapi jika tidak dirujuk tidak boleh ditulis disini. Disamping itu referensi yang sifatnya umum atau hanya melengkapi tidak perlu dicantumkan disini. Contoh buku yang tidak perlu dicantumkan dalam daftar pustaka adalah Buku Petunjuk Penulisan Skripsi yang anda baca saat ini, kamus, buku petunjuk bahasa komputer atau periferal tertentu.
Mahasiswa diharuskan mengikuti aturan tata cara penulisan daftar pustaka sebagai berikut:
  1. Daftar Pustaka ditulis pada halaman belakang sebelum lampiran. Tulis judul 'DAFTAR PUSTAKA'.
  2. Tulis semua butir publikasi dengan urutan abjad nama pengarang dan tahun. Jika terdapat nama pengarang dan tahun yang sama, maka setelah angka tahun beri akhiran a, b, c, dst. Publikasi tanpa nama pengarang ditulis diawal dan diurut berdasarkan tahun dan urutan abjad judul. Rincian referensi dapat diperoleh dari halaman judul atau halaman kulit dalam suatu buku. Jika itu merupakan majalah maka nama majalah dan volume bisa dilihat di halaman judul. Sedangkan nama pengarang dan judul artikel bisa dilihat di halaman awal artikel. 
Pencantuman sebuah buku dalam daftar pustaka pada sebuah karya tulis ilmiah erat kaitannya dengan pengutipan buku. Buku yang kita kutip informasinya haruslah kita cantumkan dalam daftar pustaka. Kutipan merupakan pinjaman kalimat atau pendapat dari seorang pengarang, atau ucapan orang-orang yang terkenal. Walaupun kutipan atas pendapat seorang itu dibolehkan bukan berarti bahwa sebuah tulisan seluruhnya berupa kutipan-kutipan. Penulis karya tulis ilmiah harus dapat menahan diri untuk tidak terlalu banyak mempergunakan kutipan, agar orisinalitas tulisannya terjaga. Garis besar kerangka karangan, serta kesimpulan-kesimpulan yang dibuat merupakan pendapat penulisnya sendiri. Kutipan-kutipan hanya berfungsi sebagai bukti untuk menunjang pendapatnya itu.
Dalam menulis daftar pustaka terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan diantaranya:
  1. Daftar pustaka disusun berdasarkan urutan alfabet, berturut-turut dari atas ke bawah, tanpa menggunakan angka arab (1,2,3, dan seterusnya)
  2. Cara penulisan daftar pustaka sebagai berikut:
  • Tulis nama pengarang (nama pengarang bagian belakang ditulis terlebih dahulu, baru nama depan)
  •  Tulislah tahun terbit buku. Setelah tahun terbit diberi tanda titik (.)
  • Tulislah judul buku (dengan diberi garis bawah atau cetak miring). Setelah judul buku diberi tanda titik (.).
  • Tulislah kota terbit dan nama penerbitnya. Diantara kedua bagian itu diberi tanda titik dua (:). Setelah nama penerbit diberi tanda titik.
  • Apabila digunakan dua sumber pustaka atau lebih yang sama pengarangnya, maka sumber dirulis dari buku yang lebih dahulu terbit, baru buku yang terbit kemudian. Di antara kedua sumber pustaka itu dibutuhkan tanda garis panjang.
Perhatikan contoh penulisan Daftar Pustaka
  1. Baradja, M.F. 1990, Kapita Selecta Pengajaran Bahasa. Malang: Penerbit IKIP Malang.
  2. Damono, Sapardi Joko. 1979. Novel Sastra Indonesia Sebelum Perang. Jakarta: Pusat Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.
  3. Hamid, Fuad Abdul.1987. Proses Belajar-Mengajar Bahasa.
  4. Nikolas, Syahwin. 1988. Pengantar Linguistik untuk Guru Bahasa. Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud.
  5. Nurhadi. 1991. Membaca Cepat dan Efektif. Bandung: Sinar Baru.
  6. Teeuw, A. 1994. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.
          Dari penjelasan yang telah saya berikan saya harap para pembaca sekarang dapat lebih memahami apa itu daftar pustaka serta cara penulisannya yang benar sesuai dengan aturan-aturannya.