Pola Penalaran

Penalaran

Penalaran adalah suatu proses berfikir yang menghubungkan fakta-fakta atau avidensi menuju kepada suatu kesimpulan. Penalaran dapat juga berarti proses berfikir yang dilakukan dengan satu cara untuk menarik kesimpulan. Selain itu ada juga yang mengartikan penalaran sebagai proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian.

Penalaran Deduktif

Penalaran deduktif jika didefinisikan secara ringkas merupakan sebuah jalan pemikiran yang menggunakan argumen-argumen deduktif untuk beralih dari premis-premis yang ada, yang dianggap benar, kepada kesimpulan-kesimpulan, yang mestinya benar apabila premis-premisnya benar. Penalaran deduktif menggunakan bentuk bernalar deduksi. Deduksi yang berasal dari kata de dan ducere, yang berarti proses penyimpulan pengetahuan khusus dari pengetahuan yang lebih umum atau universal. Perihal khusus tersebut secara implisit terkandung dalam yang lebih umum. Maka, deduksi merupakan proses berpikir dari pengetahuan universal ke singular atau individual. Deduktif adalah cara berpikir di mana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penalaran deduktif merupakan prosedur yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus. Metode ini diawali dari pebentukan teori, hipotesis, definisi operasional, instrumen dan operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan. Penarikkan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola berpikir yang dinamakan silogisme.
Silogisme disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. Pernyataan yang mendukung silogisme ini disebut sebagai premis yang kemudian dibedakan menjadi premsi mayor dan premis minor. Kesimpulan merupakan pengetahuan yang didapat dari penalaran deduktif berdasarkan kedua premis tersbut.
Contoh klasik dari penalaran deduktif, yang diberikan oleh Aristoteles, ialah
* Semua manusia fana (pasti akan mati). (premis mayor)
* Sokrates adalah manusia. (premis minor)
* Sokrates pasti (akan) mati. (kesimpulan)
Penalaran deduktif seringkali dikontraskan dengan penalaran induktif, yang menggunakan sejumlah besar contoh partikulir lalu mengambil kesimpulan umum.
Penalaran deduktif dikembangkan oleh Aristoteles, Thales, Pythagoras, dan para filsuf Yunani lainnya dari Periode Klasik (600-300 SM.). Aristoteles, misalnya, menceritakan bagaimana Thales menggunakan kecakapannya untuk mendeduksikan bahwa musim panen zaitun pada musim berikutnya akan sangat berlimpah. Karena itu ia membeli semua alat penggiling zaitun dan memperoleh keuntungan besar ketika panen zaitun yang melimpah itu benar-benar terjadi.
Penalaran deduktif tergantung pada premisnya. Artinya, premis yang salah mungkin akan membawa kita kepada hasil yang salah, dan premis yang tidak tepat juga akan menghasilkan kesimpulan yang tidak tepat. Alternatif dari penalaran deduktif adalah penalaran induktif. Perbedaan dasar di antara keduanya dapat disimpulkan dari dinamika deduktif tengan progresi secara logis dari bukti-bukti umum kepada kebenaran atau kesimpulan yang khusus; sementara dengan induksi, dinamika logisnya justru sebaliknya. Penalaran induktif dimulai dengan pengamatan khusus yang diyakini sebagai model yang menunjukkan suatu kebenaran atau prinsip yang dianggap dapat berlaku secara umum.
Penalaran deduktif memberlakukan prinsip-prinsip umum untuk mencapai kesimpulan-kesimpulan yang spesifik, sementara penalaran induktif menguji informasi yang spesifik, yang mungkin berupa banyak potongan informasi yang spesifik, untuk menarik suatu kesimpulan umu. Dengan memikirakan fenomena bagaimana apel jatuh dan bagaimana planet-planet bergerak, Isaac Newton menyimpulkan teori daya tarik. Pada abad ke-19, Adams dan LeVerrier menerapkan teori Newton (prinsip umum) untuk mendeduksikan keberadaan, massa, posisi, dan orbit Neptunus (kesimpulan-kesimpulan khusus) tentang gangguan (perturbasi) dalam orbit Uranus yang diamati (data spesifik).
Penalaran deduktif didukung oleh logika deduktif.
Misalnya:
Apel adalah buah.
Semua buah tumbuh di pohon.
Karena itu semua apel tumbuh di pohon.
Atau
Apel adalah buah.
Sebagian apel berwarna merah.
Karena itu sebagian buah berwarna merah.
Premis yang pertama mungkin keliru, namun siapapun yang menerima premis ini dipaksa untuk menerima kesimpulannya.
Penalaran deduktif harus dibedakan dari konsep yang terkait yaitu deduksi alamiah, sebuah pendekatan kepada teori pembuktian bahwa upaya-upaya untuk memberikan sebuah model penalaran logis yang formal sebagaimana ia terjadi “secara alamiah”.
Bentuk Gagasan / Penalaran Deduktif dibagi 2 yaitu : Silogisme dan Entimem
1.Silogisme
Silogisme adalah suatu argumen yang bersifat deduktif yang mengandung tiga proporsi kategori yakni dua premis dan satu kesimpulan. Masing-masing premis itu yakni premis mayor (premis umum) biasanya disingkat PU dan premis minor (premis khusus) bisanya disingkat PK.
Kriteria silogisme sebagai barikut :
Premis Umum (PU) : Menyatakan bahwa semua anggota golongan tertentu (semua A) memiliki sifat atau hal tertentu (=B)
Permis KhusuS (PK) : Menyatakan bahwa sesuatu atau seseorang itu (=C) adalah golongan tertentu itu (=A)
Kesimpulan (K) : Menyatakan bahwa sesuatu atau sesorang itu (=C) memiliki sifat atau hal tersebut pada B (=B)
Silogisme ini bagian dari penalaran deduksi. Jika dirumuskan sebagai berikut :
PU : A = B
PK : C = A
K : C = B
A = semua anggota golongan tertentu
B = sifat yang ada pada A
C = sesorang atau sesuatu anggota A
Contoh :
Silogisme salah yaitu silogisme yang salah satu premisnya salah atau mungkin penalarannya salah, maka kesimpulannyapun tentu akan salah sehingga penarikan kesimpulannya sering tidak logis dan tidak dapat dipercaya kebenarannya.
Contoh :
PU : Prasetyo pelajar teladan
PK : Prasetyo putra seorang guru
K : Putra seorang guru pasti pelajar teladan
Silogisme dibagi menjadi 3 yaitu :
- Silogisme kategorial
Silogisme Kategorial adalah Silogisme yang terjadi dari tiga proposisi.
Premis umum : Premis Mayor (My)
Premis khusus : Premis Minor (Mn)
Premis simpulan : Premis Kesimpulan ( K )
Dalam simpulan terdapat subjek dan predikat. Subjek simpulan disebut term mayor, dan predikat simpulan disebut term minor.
Aturan umum dalam silogisme kategorial sebagai berikut:
· Silogisme harus terdiri atas tiga term yaitu :
1. term mayor.
2. term minor.
3. term penengah.
· Silogisme terdiri atas tiga proposisi yaitu :
1. premis mayor.
2. premis minor.
3. kesimpulan.
· Dua premis yang negatif tidak dapat menghasilkan simpulan.
· Bila salah satu premisnya negatif, simpulan pasti negatif.
· Dari premis yang positif, akan dihasilkan simpulan yang positif.
· Dari dua premis yang khusus tidak dapat ditarik satu simpulan.
· Bila premisnya khusus, simpulan akan bersifat khusus.
· Dari premis mayor khusus dan premis minor negatif tidak dapat ditarik satu simpulan.
Contoh silogisme Kategorial:
My : Semua hewan adalah mahkluk hidup
Mn : Kucing adalah hewan
K : Kucing adalah malkluk hidup
- Silogisme hipotesis
Silogisme Hipotesis: Silogisme yang terdiri atas premis mayor yang berproposisi konditional hipotesis.
Konditional hipotesis yaitu : bila premis minornya membenarkan anteseden, simpulannya membenarkan konsekuen. Bila minornya menolak anteseden, simpulannya juga menolak konsekuen.
Contoh :
My : Jika tidak ada air, manusia akan kehausan.
Mn : Air tidak ada.
K : Jadi, Manusia akan kehausan.
- Silogisme alternative
Silogisme alternatif : Silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa proposisi alternatif.
Proposisi alternatif yaitu bila premis minornya membenarkan salah satu alternatifnya. Simpulannya akan menolak alternatif yang lain.
Contoh
My : Anto berada di Jakarta atau Bogor.
Mn : Anto berada di Bogor.
K : Jadi, Anto tidak berada di Bogor.
2.Entimem
Entimem adalah silogisme yang dipersingkat. Disaat tertentu orang ingin mengemukakan sesuatu hal secara praktis dan tepat sasaran.
Contoh :
PU : Semua orang ingin sukses harus belajar dan berdoa
PK : Lisa ingin sukses
K : Lisa harus belajar dan berdoa
Rumus Silogisme Entinem : C = B karena C = A

Karangan

Karangan adalah bentuk tulisan yang mengungkapkan pikiran dan perasaan pengarang dalam satu kesatuan tema yang utuh. Selain itu, karangan dapat diartikan pula sebagai rangkaian hasil pemikiran atau ungkapan perasaan yang dituangkan ke dalam bentuk tulisan yang teratur dan sesuai dengan kaidah penulisannya.
Jenis-Jenis Karangan
1.        Berdasarkan Bentuknya
a.       Prosa adalah jenis karangan yang disusun dalam bentuk bebas dan terperinci. Prosa terbagi dalam dua macam,
1)       Fiksi, adalah karangan yang disusun dalam bentuk alur yang menekankan aturan sistematika penceritaan. Contohnya : novel dan cerpen
2)       Nonfiksi, adalah karangan yang menekankan aturan sistematika ilmiah, dan aturan-aturan kelogisan. Contohnya : esey, laporan penelitian, dan biografi.
b.       Puisi adalah karangan yang mengutamakan keindahan bentuk dan bunyi serta kepadatan makna.
c.        Drama adalah karangan yang berupa dialog sebagai pembentuk alurnya.
2.       Berdasarkan Cara Penyajiannya
Berdasarkan cara penyajiannya terdapat lima jenis karangan, yaitu :
a.       Karangan narasi adalah karangan yang menceritakan suatu peristiwa atau kejadian dengan tujuan agar pembaca seolah-olah mengalami kejadian yang diceritakan itu.
b.       Karangan deskripsi adalah karangan yang menggambarkan suatu objek dengan tujuan agar pembaca seolah-olah melihat sendiri objek yang digambarkan itu.
c.        Karangan eksposisi adalah karangan yang memaparkan sejumlah pengetahuan atau informasi yang tujuannya agar pembaca mendapat informasi dan pengetahuan dengan sejelas-jelasnya. Dikemukakan pula data dan fakta untuk memperjelas pemaparan.
d.       Karangan argumentasi adalah karangan yang bertujuan membuktikan suatu kebenaran sehingga pembaca menyakini kebenaran itu. Pembuktian memerlukan data dan fakta yang meyakinkan.
e.        Karangan persuasi adalah karangan yang bertujuan untuk mempengaruhi pembaca. Karangan ini pun memerlukan data sebagai penunjang.
3.       Berdasarkan Masalah yang Disajikan
Berdasarkan masalah yang dijasikan terdapat lima jenis karangan, yaitu :
a.       Karangan popular adalah karangan yang membahas masalah-masalah sehari-hari dengan menggunakan ragam bahasa yang biasa digunakan masyarakat pada umumnya.
b.       Karangan ilmiah adalah karangan yang membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan disiplin ilmu tertentu. Ragam bahasa yang digunakan bersifat teknis dan dipahami oleh masyarakat tertentu
c.        Karangan ilmiah popular adalah karangan yang membahas masalah-masalah keilmuan dengan menggunakan ragam bahasa yang dipahami masyarakat pada umumnya.
d.       Surat adalah karangan yang mengupas beragam persoalan dalam berbagai kepentingan. Pembacanya dinyatakan secara khusus, tertentu.
e.        Karangan sastra adalah karangan yang berisi cerita rekaan dengan bahasa, gaya, dan citra rasa yang indah. Cerita-cerita yang dinyatakan bersifat individual.

DAFTAR NILAI CERPEN KELAS X-E

Daftar Nilai Cerpen Siswa Kelas X_E
Note    :
  1. Teruslah Mengasah Diri & Kemampuan yang Anda Miliki 
  2. Jangan Cepat Berpuas Diri…..(^_^)
No.
Nama Siswa
Nilai
Kriteria Ketuntasan
1.
ADE ANDRIANI B. B
94

2.
ADI JULIANSYAH
77

3.
ARIO FISABILILAH. A
77

4.
DESSY PUTRI RAHAYU. N
80

5.
DEWI INDRIYATI NINGSIH
88

6.
DODI WISDIANSYAH
80

7.
EZLAN DIRU
77

8.
FATMA AZ-ZAHRA
77

9.
FATMAWATI
85

10.
GANIS MUTHIARANI
80

11.
HAIRUN NISSA. T
91

12.
HESTI
94

13.
INDAH DEFFIAN. T
85

14.
KARINA BUDI LESTARI
91

15.
KARLINA
94

16.
MASNIAR SARWENDA
85

17.
MIRZA MUSTAINUL HIDAYAT
71

18.
MUHAMMAD PAISAL
80

19.
MUHAMMAD RIFQI. F
91

20.
NITA HESTI KURNIA
80

21.
NURUL AFIDA
80

22.
PANJI TIARA KUSUMA
80

23.
PUDUT WISNU P. H. C. S
82

24.
PUTRI REIZHA PUSPITA
88

25.
RANI FEBRIYANTI
80

26.
SARI WAHYUNITA
91

27.
SATRIO BUDI WICAKSONO
80

28.
SITI DIYAH ASRI MAISAROH
82

29.
SUPARJIE
77

30.
WAHYU EGI RIESMANTO
77